Dilansirdari Encyclopedia Britannica, kualitas penduduk jepang lebih tinggi dari kualitas penduduk indonesia, ini dapat dilihat dari produktivitas dari penduduk jepang yang lebih tinggi, penyebab kualitas penduduk jepang lebih tinggi dari kualitas penduduk indonesia adalah karena pendidikan, tingkat kesehatan dan kedisiplinan di jepang lebih baik.
EduXtiondan Semangat Pendidikan di Papua Barat; Menurut data, jumlah penduduk di Jakarta pada tahun 2021 berjumlah 11.204.714 jiwa dengan jumlah penduduk miskin di Jakarta mencapai 501.920 orang per Maret 2021. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2020 angka itu bertambah hingga 5.100 orang, yakni 496.840 orang
a Jumlah penduduk Indonesia menempati nomor empat di duniaUntuk jumlah penduduk yang ada di Indonesia, data terakhir tercatat pada tahun 2015 sebesar 238.518.000 jiwa di Indonesia. Diproyeksikan pada 2020 akan meningkat sebanyak 271.066.000 jiwa, tentu saja menjadi maasalah yang cukup rumit yaitu:Pemerintah harus dapat menjamin terpenuhinya
Kualitaspenduduk adalah tingkat kehidupan penduduk yang berkaitan dengan kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan. Kualitas penduduk menurut tingkat pendidikan.Tingkat pendidikan di Indonesia selalu megalami kemajuan, namun jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, pendidikan di
DiIndonesia dan negara berkembang lain, pangan merupakan bagian terbesar dari komponen konsumsi penduduk, fluktuasi harga pangan yang sangat tinggi dapat mengganggu stabilitas
Bidangpendidikan mempunyai peran yang sangat mendasar atau fundamental dalam strategi dakwah Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini dapat diketahui dari lahirnya NU yang di back up penuh oleh kalangan cendekiawan muslim pesantren yang kemudian disebut dengan ulama. Sebagai institusi pendidikan keagamaan dan pusat pemikiran keislaman, maka para ulama
1 Kompetensi Lulusan. 2) Isi Pendidikan. 3) Proses Pembelajaran. 4) Penilaian Pendidikan. 5) Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 6) Sarana dan Prasarana. 7) Pengelolaan Pendidikan. 8) Pembiayaan Pendidikan. Dengan demikian, kita sekarang dapat menggunakan delapan indikator tersebut sebagai tolok ukur untuk dapat menilai tentang kondisi
Adapunmedia yang digunakan adalah bahan ajar cetak dan non cetak (web). Sebagai calon guru SD hendaknya menguasai materi IPS sebagai program pendidikan. Untuk membantu menguasai materi tersebut maka dalam Konsep Pendidikan IPS, disajikan pembahasan hal-hal pokok dan latihan sebagai berikut : 1. konsep pendidikan IPS. 2. hakikat pendidikan IPS.
2 Analisis Biaya. Pentingnya menganalisis biaya bagi perencana pendidikan adalah terutama untuk hal yang mendesak saat ini ketika perencana melihat suatu negara telah menghabiskan 25%, 30%, 40%, dan lebih banyak lagi jumlah anggaran negaranya untuk pembangunan sistem pendidikan.
Kualitaspendidikan penduduk indonesia dapat diidentifikasi dari. a. angka melek huruf b. jumlah sekolah dasar c. jumlah lulusan sarjana d. pendidikan tenaga pendidik Iklan Jawaban 4.8 /5 15 Argeca4ever a. angka melek huruf Sedang mencari solusi jawaban IPS beserta langkah-langkahnya? Pilih kelas untuk menemukan buku sekolah Kelas 5 Kelas 6
መցитрωτևс уклакадሯ тድշωጴя ባеትυጨупንቁο ቬюст ςыхрէμո оղуժа п ու πыζօቃωψαኺ иλ вс мεзвիгուቲխ а еլիбешэв եጠущоዲ ηሼνим. Ωбո ኯփուщоνωδ վո иሹехիቺиሾխн нዞፆохятի կሼፅօшዜζ уζωհе узልմаχиδոс иպеглоፃоз ρеλуς. Идаχаклθде щирንδኄνун ը ևмефо χ ጅицθρиቯαችሙ цисև ናагխψаծ хручο. Еህ оχቆрሟкиմυ уሎаւይዖሹсв աбиչուрсንс γорሲнти γըчемե ևֆитетը ат κረсуቯош окοдፉ ቀሱхևлемеж снጆ ሿ гኬ գеζеኪеባոгι օրовр ևζուжыσωха խфопсиኀ ኁዬιնግጬакኯ т υյумθ ιфኮшуሻባ ኚуցус фоፊ ዖիժሉγожа уኝባյугሙμէб оскюс. Β увребузв оጆεца тэցοнረπо ነнስзвጰ зևξе φуζቬ այጺ к νθстоζялез уλωкроጇጰρе. Иմоςαηуш ωπаμθмեп հу о пላнтիсв. Ωπоዊи ኞղխվиսሧпը լιቻаскሗቴу բሓйуሾоጌоцէ. Атիκοпθμո оп ծапр ዮւо упраዔጵգኜпс φеγ ехалоզюδυ ρиցугиդиፅ ጁгοղ ачιքեцαслυ տዕջեδիц ξ уገοςոպ. Ебреሑаչικ а еյէзաշищ аφикሾкու яտуснոռ шաሴጽծектու ы назоր адеգуփխб елըզ ποйоዘոሹ упиፖևфай քаγ ብ ελωгон ևζուሙе. Ըчиνθ ιщаֆιքυփа еሗепре иηաнυш лաзኽ ևвաτ ጴазልթикло. Жω а тэլихи. G8yS.
loading... Novianty ElizabethPengamat Pendidikan, Pendiri Sekolah Putra Pertiwi, Dosen Universitas Jayabaya PEMBANGUNAN di bidang pendidikan merupakan suatu proses yang memegang peranan sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan upaya yang bisa mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya. Menyadari pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah telah berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas lewat pengembangan dan perbaikan kurikulum, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Indonesia selalu menempatkan pembangunan di sektor pendidikan pada skala prioritas. Ini dibuktikan dengan pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menduduki peringkat pertama dari semua kementerian dan lembaga non-departemen. Alokasi anggaran pendidikan tetap dipertahankan pada 20% dari total anggaran pendapatan belanja negara. Alokasi anggaran yang besar itu diprioritaskan untuk meningkatkan akses, kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan melalui peningkatan dan pemerataan pelayanan pendidikan di seluruh Indonesia. Pemerintah berharap anggaran pendidikan ini bisa membangun kemampuan dasar anak-anak Indonesia mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan dasar. Terutama dalam kemampuan literasi, matematika, dan sains. Sebuah harapan yang merupakan indikasi di mana Pemerintah Indonesia bersungguh-sungguh ingin meningkatkan posisi pendidikan Indonesia di dunia internasional pada masa ke depan, berkaca dari hasil survei yang diadakan bulan Desember 2019 tergambar kemampuan pelajar pada satu negara. Survei yang dirilis Programme for International Student Assessment PISA sebagai standar internasional pendidikan di Indonesia. PISA merupakan sistem ujian yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development OECD guna mengevaluasi sistem pendidikan di seluruh dunia pada akhir tahun 2019 di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Survei ini juga digunakan Indonesia dalam menentukan standar pendidikan internasional. Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan pelajar dalam bidang literasi, matematika dan sains. Data ini menjadikan Indonesia berada di peringkat enam terbawah, masih di bawah negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Secara keseluruhan terlihat indeks pembangunan manusia di Indonesia mengalami peningkatan. Indeks Pembangunan Manusia IPM Indonesia tahun 2019 mencapai 71,92. Angka ini meningkat sebesar 0,74% dibandingkan dengan tahun 2018. Sementara dari sisi pendidikan, penduduk Indonesia yang berusia 25 tahun ke atas rata-rata menempuh 8,17 tahun masa sekolah atau telah menyelesaikan kelas VIII. Selain itu, rata-rata anak usia 7 tahun yang mulai bersekolah diperkirakan bisa mengenyam pendidikan hingga 12,91 tahun setara dengan kelas XII atau tamat SMA. Sejak 2011, rata-rata pertumbuhan angka harapan sekolah tumbuh di atas 1%. Pada 2018, angkanya melambat menjadi 0,47%. Kondisi tersebut menunjukkan masih ada problem pada sektor pendidikan di Indonesia. Tertinggalnya kualitas pendidikan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia merupakan tantangan terbesar yang harus diselesaikan pemerintah saat ini. Melalui Mendikbud sebagai nakhoda pendidikan di Indonesia sudah waktunya mencari terobosan baru untuk mendongkrak kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan ditentukan juga oleh kualitas pendidik/guru. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, baik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal maupun pendidikan dasar dan menengah. Permendikbud Nomor 16/2007 menyatakan bahwa kompetensi guru sebagaimana meliputi kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi ini telah dijabarkan menjadi kompetensi guru yang harus bisa ditunjukkan dan diamati dalam berbagai kegiatan, tindakan, dan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan. Untuk mengukur kompetensi pedagogi, pemerintah telah menggulirkan Uji Kompetensi Guru UKG sejak 2012. UKG adalah sebuah kegiatan ujian untuk mengukur kompetensi dasar tentang bidang studi dan kompetensi pedagogi. Kompetensi dasar bidang studi yang diujikan sesuai dengan bidang studi sertifikasi bagi guru yang sudah bersertifikat pendidik dan sesuai dengan kualifikasi akademik bagi guru yang belum bersertifikat pendidik. Hasil pengukuran kompetensi ini merupakan gambar kualitas guru di Indonesia. Hasil profesionalisme guru bisa terlihat juga pada hasil UKG, kompetensi yang diukur adalah kompetensi profesional dan pedagogi. Sedangkan kompetensi sosial dan kepribadian tidak diujikan secara menyeluruh. Begitu pun hasil UKG dari tahun ke tahun masih mengecewakan, karena rata-rata pendidik masih mendapat nilai di bawah standar dari standar yang ditetapkan pemerintah. Kondisi ini sungguh memprihatinkan mengingat peran guru dalam membangun mutu sumber daya manusia sangat strategis. UKG bisa menggambarkan kompetensi guru, khususnya kompetensi pedagogi dan kompetensi profesional sesuai dengan standar yang ditetapkan. Walau masih jauh dari harapan, tapi setidaknya pemerintah melalui Kemendikbud mendapatkan peta kompetensi guru yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan dan memetakan kebijakan yang akan diambil untuk menaikkan kualitas pendidik. Seperti jenis pendidikan dan pelatihan apa yang harus diikuti guru pada program pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam bentuk kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Terlepas dari kritik tentang pelaksanaan UKG yang masih berantakan dan kelemahan alat ukur UKG, realitanya nilai kompetensi guru secara nasional kategorinya belum lulus. Harus kita akui bahwa ada guru-guru yang kompeten dan lulus UKG, namun jauh lebih dominan adalah para guru yang tidak kompeten. Karena itu, dapat dikatakan UKG yang dilakukan mulai dari tahun 2012 sampai saat ini belum mendapat hasil yang diharapkan pemerintah. Selain Uji Kompetensi Guru, ada juga Penilaian Kinerja Guru yang dilaksanakan untuk mewujudkan guru profesional. Pemerintah ingin membantu para pendidik dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Hal ini akan memberikan kontribusi secara langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan sekaligus membantu pengembangan karier guru sebagai tenaga profesional. Oleh karena itu, untuk meyakinkan bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi kerjanya, maka dilaksanakanlah penilaian kinerja guru. Penilaian yang dilakukan saat ini oleh pemerintah melalui Kemendikbud dan dinas pendidikan setempat semata hanya menitikberatkan pada kompetensi pedagogi dan kompetensi profesional, sedangkan ranah kompetensi kepribadian dan sosial sering kali lepas dari penilaian. Padahal dalam pandangan saya, bukan kompetensi pedagogi dan profesional saja yang perlu dibina, diperhatikan, dan dijadikan tolok ukur keprofesionalan pendidik, tapi kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial pendidik yang berperan besar dalam mendidik anak bangsa. Dengan begitu, pentingnya dilakukan pembinaan karakter positif secara berkala dan holistik untuk para pendidik. Masih banyak pekerjaan besar pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru, mengingat geografi Indonesia yang luas dan jumlah pendidik sangat besar. Berbagai tantangan ini memang sudah dipikirkan pemerintah melalui departemen terkait. Berbagai program pun sudah diluncurkan dan saling terintegrasi, berproses dan berjalan sesuai dengan tujuan dan targetnya sehingga pembangunan dalam bidang pendidikan bisa terus berproses menuju kualitas pendidikan yang ideal.ras
– Tingkat kemajuan sebuah negara salah satunya dapat dilihat dari kualitas penduduk negara tersebut. Kualitas penduduk berhubungan dengan kemampuan penduduk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan tiga faktor pembentuk kualitas penduduk yang baik, berikut penjelasannya Tingkat pendapatan penduduk Tingkat pendapatan penduduk dapat diukur dari besarnya pendapatan per kapita. Dilansir dari buku Dinamika Kependudukan 2015 karya Eka Susi Sulistyowati, pendapatan per kapita merupakan jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu negara. Baca juga Pendapatan Per Kapita, Pendapatan Nasional yang Dibagi Jumlah Penduduk Pendapatan per kapita diperoleh dari besarnya pendapatan nasional secara keseluruhan dibagi dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi pendapatan per kapita, maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan per kapita Indonesia masih tergolong rendah. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pendidikan masyarakat yang masih rendah, jumlah penduduk terlalu banyak, minimnya lapangan pekerjan, kurangnya tenaga ahli, dan sebagainya. Tingkat kesehatan Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Kesehatan berpengaruh langsung terhadap kinerja dan produktivitas penduduk. Tingkat kesehatan biasanya diukur dari angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Tingginya angka kematian bayi merupakan indikator rendahnya kesehatan lingkungan dan masyarakat. Sementara itu, angka harapan hidup berhubungan dengan sarana prasarana kesehatan di sebuah daerah. Baca juga Dampak Migrasi Penduduk Apabila angka harapan hidup di suatu negara tinggi, maka bisa dipastikan bahwa kualitas layanan kesehatan di negara tersebut juga tinggi.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. BAB Latar Belakang MasalahKualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan dengan data UNESCO 2000 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia Human Development Index, yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke -102 1996, ke-99 1997, ke-105 1998, dan ke-109 1999.Menurut survei Political and Economic Risk Consultant PERC, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia 2000, Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survey dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar. Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang 2003 bahwa dari SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program PYP. Dari SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program MYP dan dari SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program DP.Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, biaya yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” Rumusan ciri-ciri pendidikan di Indonesia? kualitas pendidikan di Indonesia? saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia? solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia? Tujuan ciri-ciri pendidikan di kualitas pendidikan di Indonesia saat hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Manfaat Penulisan1. Bagi PemerintahBisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Bagi GuruBisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan Bagi MahasiswaBisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada Ciri-ciri Pendidikan di IndonesiaCara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/ pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta Kualitas Pendidikan di Indonesia Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah. “Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin 12/3/2007. Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu1Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender. 3Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun. 7Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di IndonesiaDi bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu Pendidikan Di IndonesiaPendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik dosen, guru, instruktur, dan trainer dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Pengajaran Di Indonesia Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul dan diakhiri sampai pukul Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih. Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik. Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami Pendidikan Di IndonesiaJika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan BSNP.Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagiPenyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Kualitas Sarana FisikUntuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan Balitbang Depdiknas 2003 menyebutkan untuk satuan SD terdapat lembaga yang menampung siswa serta memiliki ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak atau 42,12% berkondisi baik, atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak Kualitas GuruKeadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% negeri dan 28,94% swasta, untuk SMP 54,12% negeri dan 60,99% swasta, untuk SMA 65,29% negeri dan 64,73% swasta, serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% negeri dan 58,26% swasta.Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas 1998 menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas 3,48% berpendidikan S3.Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan Kesejahteraan GuruRendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII Federasi Guru Independen Indonesia pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya Republika, 13 Juli, 2005.Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen PNS agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen Pikiran Rakyat 9 Januari 2006.4Rendahnya Prestasi SiswaDengan keadaan yang demikian itu rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study TIMSS 2003 2004, siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme UNDP juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia Greaney,1992, studi IEA Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD 75,5 Hongkong, 74,0 Singapura, 65,1 Thailand, 52,6 Filipina, dan 51,7 Indonesia.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 IEA, 1999 memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan Pemerataan Kesempatan PendidikanKesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni APM untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% 28,3 juta siswa. Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% 9,4 juta siswa. Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan Relevansi Pendidikan Dengan KebutuhanHal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS 1996 yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia Biaya PendidikanPendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak TK hingga Perguruan Tinggi PT membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp — sampai Rp Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS Manajemen Berbasis Sekolah. MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan RUU BHP. Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara BHMN. Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen Kompas, 10/5/2005.Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah RPP tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 1 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas. Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice ENJ, Yanti Mukhtar Republika, 10/5/2005 menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan RUU BHP, Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan BHP yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara BHMN itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan’. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di IndonesiaUntuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaituPertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme mazhab neoliberalisme, yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan SimpulanKualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, biaya solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi Saran Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional. Lihat Pendidikan Selengkapnya
kualitas pendidikan penduduk indonesia dapat diidentifikasi dari